Setelah saya menjelaskan pengertian jurnalistik dan
aspek-aspeknya serta asal mula kata jurnalistik, saya akan kembali menjelaskan
fungsi Pers. Para ahli komunikasi massa menyebut Pers mempunyai peranan dan
fungsi pokok utama dalam kehidupan bernegara yakni, memberikan informasi,
memberikan hiburan, dan melaksanakan Sosial kontrol.
Menurut para ahli Jurnalisme ketiga fungsi pokok jurnalis
itu, fungsi terakhir yang terpenting, karena dalam hakekatnya dianggap sebagai
pengawas baik dalam kemasyarakatan, maupun didalam Pemerintahan(Government).
Pers juga digadang-gadangkan sebagai pilar Pemerintahan keempat setelah
Pemerintahan Legislatif, sehingga tak heran Pers digelar salah satu Lembaga
Masyarakat yang peka dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam alam Demokrasi
liberal, sering disebutkan bahwa Pers adalah Penjaga demokrasi.
Dalam Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang
ketentuan-ketentuan pokok Pers, telah disebutkan dan diakui fungsi-fungsi tadi
secara jelas dalam Bab II pasal 2 sampai 5. Disamping fungsi Pers yang
disebutkan tadi, pada Bab II pasal 2 dan 5, dicantumkan pula hak-hak dan
kewajiban Pers nasional.
Antara lain disebutkan hak kritik yang diakui. Kewajiban
pers nasional dalam undang-undang pokok pers yaitu, mempertahankan UUD 1945,
memperjuangkan amanat rakyat berlandaskan Demokrasi Pancasila, Memperjuangkan
kebenaran dan keadilan, membina kesatuan dan persatuan bangsa, dan menjadi
penyalur pendapat umum yang konstruktif.
Dari kutipan pokok-pokok Pers ingin ditunjukkan bahwa
‘kebebasan’ Pers diakui, demikian pula hak kritik, meskipun diberi kebebasan
pers juga mempunyai batasan-batasan yang disebut dalam konsep teori Pers bebas
dengan pertanggung jawaban sosial( a Responsible pers). Ketetapan MPRS No.
XXXII/MPRS/4/1966 dalam pasal 2 tegas menyatakan pengakuan terhadap kebebasan
Pers dengan dasar pertanggung jawaban sosial, yang disebutkan “Kebebasan Pers
berhubungan erat dengan keharusan adanya pertanggung jawaban kepada:
1.Tuhan yang maha esa
2.Kepentingan rakyat dan Keselamatan Negara
3.Kelangsungan dan Penyelesaian revolusi.
4.Moral dan Tata Susila.
5.Kepribadian Bangsa.
Dari sini jelaslah bahwa wartawan Indonesia didalam
menjalankan Profesinya menikmati kebebasan Pers, bagi seorang wartawan, Iklim
kebebasan ini penting sekali untuk menumbuhkan :”Kreativitas” di dalam
pekerjaannya untuk mengabdi kepada publik.
Kebebasan Pers dalam jurnalistik Modern tidak hanya
kebebasan untuk menyiarkan berita, akan tetapi juga secara jauh kebebasan tadi
menyangkut kebebasan untuk mendapatkan fakta-fakta dari sumber-sumber berita.
Undang-undang pokok pers Jerman yang baru, oleh ahli-ahli hukum pers dianggap
sebagai undang-undang pers yang paling maju, mereka mencantumkan
ketentuan-ketentuan bahwa seorang wartawan berhak mendapatkan fakta-fakta dan
informasi dari sumber-sumbernya.
Kebebasan pers tidak berarti bahwa wartawan didalam
menjalankan tugasnya dapat berbuat semaunya, karena wartawan didalam
menjalankan profesinya juga terkait dengan aturan-aturan perundang-undangan
yang menyangkut delik. Dalam delik pers diatur masalah-masalah yang menyangkut
fitnah, pencemaran nama baik dan penghinaan. Untuk itu mencegah masyarakat
dirugikan oleh pers, maka diatur pula ketentuan-ketentuan mengenai etik pers. Kode etik Persatuan Wartawan
Indonesia(PWI) mengatur tingkah laku dan etik yang harus dijunjung wartawan
didalam menjalankan fungsinya.
Diantara hal-hal yang diatur dalam kode etik PWI
misalnya, terdapat pegangan pokok bahwa wartawan Indonesia didalam menyiarkan
beritanya tidak akan mencampur baurkan antara opini dan fakta. Hal-hal lain
yang juga diatur dalam etik adalah mengenai sumber berita dan hak jawab. Sumber
berita yang minta dilindungi, akan dijunjung tinggi dan sebegitu jauh menurut
Yurisprudensi yang ada, hak ingkar bagi wartawan Indonesia diakui. Hak ingkar
adalah hak bagi wartawan untuk melindungi sumbernya yang minta
dilindungi/dirahasiakan namanya.
Karena sifat pekerjaannya yang cepat dan tergesa-gesa,
surat kabar tidak alpha dari membuat kesalahan dan kekhilafan. Karena itu seseorang
yang merasa dirugikan oleh pemberitaan sesuatu surat kabar dapat meminta hak
jawab, yakni hak permuatan penjelasan untuk memperbaiki apa yang telah
diberitakan oleh surat kabar yang sifatnya tidak benar atau salah.
Lazimnya ada suatu pegangan bahwa hak jawab ini diberikan
sesuai dengan letak dimuatnya berita tadi. Kalau dihalaman1, maka hak jawab
dimuat juga dihalaman 1 dan maksimal diizinkan memuatnya tiga kali ruang yang
dipergunakan berita. Sedangkan tentang pelaksanaan hak jawab masih sering
terjadi pertikaian antara redaksi dan pembaca, dan jika terjadi pertikaian;
maka Dewan Kehormatan PWI yang akan menyelesaikannya. Dewan Kehormatan PWI
bertugas untuk mengawasi dilaksanakannya etik PWI oleh wartawan Indonesia.
Kemudian hal lain dari bagian etik Pers adalah dikenal
dengan “Peradilan oleh Pers”(trial by
newspaper), yakni pemberitaan pers yang sifatnya telah menghukum orang yang
belum tentu bersalah. Seorang wartawan yang baik akan mengenali hal semacam
ini, karena dapat merugikan reputasi seseorang. Dalam kaitan ini maka juga
dapat disebutkan “ the right of privacy”(Hak Privasi) seseorang yang sering
dilanggar pers. Contohnya yang paling unik ialah contoh mengenai istri presiden
Kennedy dalam perjalanan di Afrika, ia mandi tanpa busana karena tercekam oleh
keindahan alam, sang juru potret yang mengikutinya dalam perjalanan itu dengan
sembunyi dan menggunakan telelens berhasil mengabadikan Nyonya kennedy itu
dalam pakaian Hawa.
Potret ini dipublisher disebuah Surat kabar Amerika,
sehingga menimbulkan heboh. Masalah ini kemudian dibawa kepengadilan dan
sangwartawan dijatuhi hukuman karena dianggap bersalah melanggar privasi
seseorang.
Dalam system hukum kita yang bertanggung jawab dalam
kasus-kasus hokum yang dilanggar wartawan adalah pemimpin redaksi selaku
penanggung jawab. Namun karena kita juga mengenal system pertanggaan dalam hokum,
maka biasanya juga dicari sampai kejenjang bawah, yakni orang yang membuat
kesalahan. Pengusutan biasanya bisa diteruskan sampai kepada siorang yang
bersalah. Dalam tulisan-tulisan yang ditandai pengarangnya(by line Story), atau
artikel maka si penulis dianggap dader,
meskipun Pemimpin Redaksi masih dapat terkena oleh delik penyebaran(verspreide delicten).
0 komentar:
Post a Comment