Wednesday, 24 February 2016

Fungsi Pers Dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara

Setelah saya menjelaskan pengertian jurnalistik dan aspek-aspeknya serta asal mula kata jurnalistik, saya akan kembali menjelaskan fungsi Pers. Para ahli komunikasi massa menyebut Pers mempunyai peranan dan fungsi pokok utama dalam kehidupan bernegara yakni, memberikan informasi, memberikan hiburan, dan melaksanakan Sosial kontrol.
Menurut para ahli Jurnalisme ketiga fungsi pokok jurnalis itu, fungsi terakhir yang terpenting, karena dalam hakekatnya dianggap sebagai pengawas baik dalam kemasyarakatan, maupun didalam Pemerintahan(Government). 

Pers juga digadang-gadangkan sebagai pilar Pemerintahan keempat setelah Pemerintahan Legislatif, sehingga tak heran Pers digelar salah satu Lembaga Masyarakat yang peka dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam alam Demokrasi liberal, sering disebutkan bahwa Pers adalah Penjaga demokrasi.

Dalam Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pers, telah disebutkan dan diakui fungsi-fungsi tadi secara jelas dalam Bab II pasal 2 sampai 5. Disamping fungsi Pers yang disebutkan tadi, pada Bab II pasal 2 dan 5, dicantumkan pula hak-hak dan kewajiban Pers nasional.


Antara lain disebutkan hak kritik yang diakui. Kewajiban pers nasional dalam undang-undang pokok pers yaitu, mempertahankan UUD 1945, memperjuangkan amanat rakyat berlandaskan Demokrasi Pancasila, Memperjuangkan kebenaran dan keadilan, membina kesatuan dan persatuan bangsa, dan menjadi penyalur pendapat umum yang konstruktif.
Dari kutipan pokok-pokok Pers ingin ditunjukkan bahwa ‘kebebasan’ Pers diakui, demikian pula hak kritik, meskipun diberi kebebasan pers juga mempunyai batasan-batasan yang disebut dalam konsep teori Pers bebas dengan pertanggung jawaban sosial( a Responsible pers). Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/4/1966 dalam pasal 2 tegas menyatakan pengakuan terhadap kebebasan Pers dengan dasar pertanggung jawaban sosial, yang disebutkan “Kebebasan Pers berhubungan erat dengan keharusan adanya pertanggung jawaban kepada:
1.Tuhan yang maha esa
2.Kepentingan rakyat dan Keselamatan Negara
3.Kelangsungan dan Penyelesaian revolusi.
4.Moral dan Tata Susila.
5.Kepribadian Bangsa.

Dari sini jelaslah bahwa wartawan Indonesia didalam menjalankan Profesinya menikmati kebebasan Pers, bagi seorang wartawan, Iklim kebebasan ini penting sekali untuk menumbuhkan :”Kreativitas” di dalam pekerjaannya untuk mengabdi kepada publik.
Kebebasan Pers dalam jurnalistik Modern tidak hanya kebebasan untuk menyiarkan berita, akan tetapi juga secara jauh kebebasan tadi menyangkut kebebasan untuk mendapatkan fakta-fakta dari sumber-sumber berita. Undang-undang pokok pers Jerman yang baru, oleh ahli-ahli hukum pers dianggap sebagai undang-undang pers yang paling maju, mereka mencantumkan ketentuan-ketentuan bahwa seorang wartawan berhak mendapatkan fakta-fakta dan informasi dari sumber-sumbernya.

Kebebasan pers tidak berarti bahwa wartawan didalam menjalankan tugasnya dapat berbuat semaunya, karena wartawan didalam menjalankan profesinya juga terkait dengan aturan-aturan perundang-undangan yang menyangkut delik. Dalam delik pers diatur masalah-masalah yang menyangkut fitnah, pencemaran nama baik dan penghinaan. Untuk itu mencegah masyarakat dirugikan oleh pers, maka diatur pula ketentuan-ketentuan mengenai etik pers. Kode etik Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) mengatur tingkah laku dan etik yang harus dijunjung wartawan didalam menjalankan fungsinya.

Diantara hal-hal yang diatur dalam kode etik PWI misalnya, terdapat pegangan pokok bahwa wartawan Indonesia didalam menyiarkan beritanya tidak akan mencampur baurkan antara opini dan fakta. Hal-hal lain yang juga diatur dalam etik adalah mengenai sumber berita dan hak jawab. Sumber berita yang minta dilindungi, akan dijunjung tinggi dan sebegitu jauh menurut Yurisprudensi yang ada, hak ingkar bagi wartawan Indonesia diakui. Hak ingkar adalah hak bagi wartawan untuk melindungi sumbernya yang minta dilindungi/dirahasiakan namanya.

Karena sifat pekerjaannya yang cepat dan tergesa-gesa, surat kabar tidak alpha dari membuat kesalahan dan kekhilafan. Karena itu seseorang yang merasa dirugikan oleh pemberitaan sesuatu surat kabar dapat meminta hak jawab, yakni hak permuatan penjelasan untuk memperbaiki apa yang telah diberitakan oleh surat kabar yang sifatnya tidak benar atau salah.

Lazimnya ada suatu pegangan bahwa hak jawab ini diberikan sesuai dengan letak dimuatnya berita tadi. Kalau dihalaman1, maka hak jawab dimuat juga dihalaman 1 dan maksimal diizinkan memuatnya tiga kali ruang yang dipergunakan berita. Sedangkan tentang pelaksanaan hak jawab masih sering terjadi pertikaian antara redaksi dan pembaca, dan jika terjadi pertikaian; maka Dewan Kehormatan PWI yang akan menyelesaikannya. Dewan Kehormatan PWI bertugas untuk mengawasi dilaksanakannya etik PWI oleh wartawan Indonesia.

Kemudian hal lain dari bagian etik Pers adalah dikenal dengan “Peradilan oleh Pers”(trial by newspaper), yakni pemberitaan pers yang sifatnya telah menghukum orang yang belum tentu bersalah. Seorang wartawan yang baik akan mengenali hal semacam ini, karena dapat merugikan reputasi seseorang. Dalam kaitan ini maka juga dapat disebutkan “ the right of privacy”(Hak Privasi) seseorang yang sering dilanggar pers. Contohnya yang paling unik ialah contoh mengenai istri presiden Kennedy dalam perjalanan di Afrika, ia mandi tanpa busana karena tercekam oleh keindahan alam, sang juru potret yang mengikutinya dalam perjalanan itu dengan sembunyi dan menggunakan telelens berhasil mengabadikan Nyonya kennedy itu dalam pakaian Hawa.

Potret ini dipublisher disebuah Surat kabar Amerika, sehingga menimbulkan heboh. Masalah ini kemudian dibawa kepengadilan dan sangwartawan dijatuhi hukuman karena dianggap bersalah melanggar privasi seseorang.

Dalam system hukum kita yang bertanggung jawab dalam kasus-kasus hokum yang dilanggar wartawan adalah pemimpin redaksi selaku penanggung jawab. Namun karena kita juga mengenal system pertanggaan dalam hokum, maka biasanya juga dicari sampai kejenjang bawah, yakni orang yang membuat kesalahan. Pengusutan biasanya bisa diteruskan sampai kepada siorang yang bersalah. Dalam tulisan-tulisan yang ditandai pengarangnya(by line Story), atau artikel maka si penulis dianggap dader, meskipun Pemimpin Redaksi masih dapat terkena oleh delik penyebaran(verspreide delicten).


0 komentar:

Post a Comment