Wartawan adalah suatu Pekerjaan yang mulia, menarik dan
penuh tantangan, Mulia karena segi sosial kontrol dan cek riceknya bila ada
keganjilan dalam temuannya. Selanjutnya menarik karena pekerjaan wartawan
sekarang ini jauh berlainan dari pada puluhan tahun yang lalu. Kemajuan Sistem
ekonomi pasar dan teknologi informasi dan Komunikasi telah mendorong kemajuan
media massa, terutama surat kabar dalam suatu dimensi baru. Surat - surat kabar
telah menjadi Industri besar dan terbit dalam jumlah halaman yang lebih dari
empat halaman. Sedangkan puluhan tahun yang lalu rata-rata setiap surat kabar
cetak hanya terbit dengan empat halaman.
Kemajuan dalam system ekonomi pasar global hingga dunia
maya inilah secara ekonomis penghasilan seorang wartawan atau jurnalis jauh lebih mapan.
Menurut seorang wartawan senior kawakan Indonesia Dja’far
H. Assegaff, ada suatu masalah yang secara prihatin harus dikemukakan, yakni
setelah persnya menjadi besar. Pada masa dulu, zaman penjajahan belanda dan
sampai pada waktu revolusi fisik, banyak para cendekiawan kita yang masih
sedikit yaitu, menerjunkan dirinya menjadi wartawan. Pasalnya dipastikan
gajinya tidak besar, dan malah hidupnya biasanya juga tidak teratur. Tapi
profesi ini menarik hati para cendekiawan karena ada segi idealismenya.
Assegaf juga menyinggung golongan terdidik sudah agak
enggan untuk menerjunkan dirinya kedalam profesi kewartawanan. Para lulusan
publisistik hanya lebih kurang 10% yang terjun dibidang jurnalistik. Sedangkan
yang lainnya umumnya mengarah menjadi Pegawai Pemerintah atau Humas alias
Infokom. Yang menjadi pertanyaan, apa yang menyebabkan terjadinya hal seperti
ini?, Jawabnya adalah kemungkinan “Idealisme” dimasa dulu, mendorong
pemuda-pemuda yang terdidik dari para cendekiawan kita untuk terjun ke surat
kabar. Menjadi wartawan adalah suatu pekerjaan yang oleh mereka dianggap dapat
mengubah bangsanya, menungkatkan wartawan.
“Api Idealisme inilah”
yang sesungguhnya telah menarik banyak intelektual muda kita untuk
terjun kebidang jurnalistik. Nama-nama besar yang pernah memimpin Indonesia
yakni, seperti Sukarno, Adam Malik, Sumanang, Alisastroadmijojo, dan lainnya
adalah dulunya wartawan-wartawan yang menggunakan penanya dengan tajam,
membangkitkan kesadaran Nasional dan melawan ketidakadilan dari kaum penjajah.
Dimasa revolusi pemuda-pemudi yang terdidik baik, masih menerjunkan dirinya
kedunia persuratkabaran, mengikuti profesi yang status sosialnya cukup tinggi.
Sifat Media massa di Negara-negara berkembang sperti
Indonesia; sebagai menjadi katalisator perubahan sosial. Pemuda-pemuda dan
cendekiawan yang punya wawasan dan idealis kedepan akan dapat mempergunakannya
untuk mengubah bangsanya ke arah meningkatkan martabatnya. Kartini sendiri,
seorang wanita Indonesia, dipenghujung abad kesembilan belas, menyatakan bahwa,
“dengan pers aku akan mengubah bangsaku.”
Profesi wartawan juga dilihat oleh masyarakat dengan
sikap yang ambivalent. Masyarakat
melihat dan memuja wartawan-wartawan yang selalu menonjol dan kelihatan dalam
masyarakat. Akan tetapi sebaliknya mereka juga terkadang merendahkan wartawan
tadi, karena beberapa praktek yang tidak terpuji dari wartawan itu sendiri.
Surat kabar adalah senjata, dan senjata ini dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan baik atau dapat pula atau dapat pula dipergunakan
untuk tujuan-tujuan yang buruk. Satu kali noda telah terpercik, maka noda itu
agak sulit untuk dihapuskan. Wajah wartawan sekarang tidak begitu gemilangm
sehingga hal ini pun mungkin suatu sebab mengapa profesi ini kurang dapat
menarik tenaga-tenaga terdidik yang penuh dedikasi dan idealism seperti di
waktu-waktu dulu.
Jika dikonstatir hal-hal yang tidak begitu enak untuk
didengar, dimaksudkan agar wartawan berusaha mengembalikan wajah wartawan yang
gemilang. Ini berarti wartawan harus melakukan introspeksi diri. Wartawan harus
meningkatkan bobot pendidikan yang lebih pada segi etika dan moral. Wartawan
adalah suatu profesi yang penuh tanggung jawab dan juga profesi yang cukup
besar risiko pekerjaannya. Untuk tipe pekerjaan atau profesi semacam ini
diperlukan suatu jenis manusia, yang mempunyai idealisme, serta ketangguhan
hati untuk menghadapi risiko dan gejolak masyarakat.
Dja’far H Assegaff mencontohkan, seorang sarjana India
Dr. Lakshamana Rao didalam sebuah monografi mengenai penelitian komunikasi yang
diterbitkan Unesco, menyebutkan empat kriteria untuk menyebutkan mutu pekerjaan
sebagai profesi, yakni:
1.Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.
2.harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan
itu.
3.Harus ada keahlian/expertice.
4.Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etika
pekerjaan.
Jelas sekali bahwa pekerjaan wartawan adalah merupakan
profesi yang mulia dan memintakan tanggung jawab yang besar. Profesi wartawan
juga merupakan status sosial yang tinggi, karena di banyak Negara berkembang,
ia merupakan pemimpin opini publik dengan tulisan-tulisannya.
0 komentar:
Post a Comment